BERAGAMA JALAN TENGAH
Kab. Blitar (PAIS) – Moderasi beragama adalah cara beragama jalan tengah, tidak berlebihan, mengurangi kekerasan, atau menghindari keekstriman dalam cara pandang sikap dan praktik agama. Dengan moderasi beragama, seseorang diharapkan tidak ekstrim dan tidak berlebih-lebihan saat menjalani agamanya, karena agama tidak bisa ditegakkan dengan cara merendahkan harkat martabat manusia. Nilai agama juga tidak bisa diwujudkan dengan cara yang bertentangan dengan tujuan kemaslahatan umum. Demikian juga dengan agama, tidak bisa diajarkan dengan cara-cara yang melanggar ketentuan hukum.
Semangat moderasi beragama adalah mencari titik temu dua kutub ekstrim dalam beragama. Disatu sisi, ada pemeluk agama yang ekstrim meyakini mutlak kebenaran satu tafsir agama, lalu menganggap sesat mereka yang memiliki tafsir agama yang berbeda dengannya. Di sisi lain, ada juga umat beragama yang ekstrim mengabaikan kesucian agama, atau mengabaikan kepercayaan dasar ajaran agamanya atas nama toleransi kepada pemeluk agama lain. Kedua sikap tersebut perlu moderasi.
Pendapat tersebut disampaikan oleh Drs. H. Moh. Rosyad, M.Si, Kepala Seksi Pendidikan Agama Islam (PAIS) Kantor Kementerian Agama Kabupaten Blitar, saat menjadi pemateri pada pengenalan budaya akademik dan kemahasiswaan (PBAK) Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Kediri, Sabtu (9/11).
“Kita perlu memantapkan moderasi beragama pada mahasiswa untuk mewujudkan generasi rahmatan lil alamin”, kata Rosyad.
Lebih lanjut, Rosyad menjelaskan bahwa moderasi beragama merupakan perekat antara semangat beragama dengan komitmen berbangsa dan bernegara yang menjadi tanggungjawab kita bersama. Program ini tidak mungkin berhasil bila hanya dilakukan oleh perorangan, jadi perlu menjadi pekerjaan rumah bagi kita bersama. Kita harus berupaya mencegah intoleransi dan ekstremisme, karena jika dua hal itu dibiarkan tumbuh berkembang, cepat atau lambat keduanya akan merusak sendi-sendi ke-Indonesia-an kita. Itulah mengapa moderasi beragama menjadi sangat penting.
Moderasi beragama harus kita jadikan sebagai sarana mewujudkan kehidupan berbangsa yang rukun, harmonis dan toleran dengan perilaku yang moderat. Moderat bukan orang yang dangkal keimanannya, bukan orang yang menganggap sepele tuntunan agama dan bukan pula orang yang ekstrim liberal. Orang moderat adalah mereka yang saleh serta memiliki sikap cinta tanah air, toleran, anti kekerasan, berpegang teguh pada nilai-nilai moral dan esensi ajaran agama, serta ramah terhadap keragaman budaya lokal.
Moderasi merupakan solusi perekat kesatuan dan persatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara untuk menjaga keutuhan NKRI. Cara pandang beragama masyarakat Indonesia mustahil untuk dapat disatukan. Agama, budaya dan etnis warga negara Indonesia juga beragam.
Membungkamnya juga tidak mungkin karena melanggar kebebasan beragama (dilindungi Undang-undang; UU ‘45 pasal 28E ayat (1) “menjamin hak setiap warga negara Indonesia untuk memeluk agama dan melakukan ibadah sesuai agamanya masing-masing” dan pasal 18 Universal Declaration of Human Rights “Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, hati nurani dan agama; dalam hal ini termasuk kebebasan berganti agama atau kepercayaan, dan kebebasan untuk menyatakan agama atau kepercayaanya dengan cara mengajarkannya, mempraktekkannya, melaksanakan ibadahnya dan mentaatinya, baik sendiri maupun bersama-sama orang lain, di muka umum maupun sendiri”).
Membiarkan keragaman pandangan yang ekstrim juga tidak mungkin, karena berpotensi menimbulkan konflik sosial, politik yang dahsyat (konflik yang dipicu perbedaan klaim kebenaran tafsir agama, daya rusaknya lebih dahsyad dibandingkan daya rusak konflik lainnya), karena agama berkaitan dengan emosi didalam relung jiwa setiap manusia, kalau tidak di kelola dengan baik, yang dapat membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa.
Karena itu, diperlukan solusi sebagai perekat untuk menjaga kerukunan, harmoni sosial, menghargai keragaman tafsir agama dan perbedaan pandangan. Adapaun solusi tersebut tidal lain adalah moderasi beragama, yaitu cara beragama jalan tengah. (Moh. Rosyad)
Ed: Ax